Kamis, 17 Mei 2012

SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN


1.        SOSIALISASI
Manusia menguasai sejumlah norma-norma di dalam dirinya bukan karena bersifat kodrati melainkan memperolehnya melalui suatu proses yang disebut proses belajar (learning process) atau menurut istilah teknis sosiologi (proses sosialisasi). Lewat sosialisasi masyarakat belajar mengetahui dan memahami tingkah pekerti-tingkah pekerti apakah yang harus dilakukan atau tidak dilakukan dalam masyarakat. lewat sosialisasi masyarakat saling mengetahui peranan masing-masing dalam masyarakat, dan karenanya kemudian dapat bertingkah pekerti sesuai dengan peranan sosial masing-masing itu, tepat sebagaimana diharapkan oleh norma-norma sosial yang ada dan selanjutnya mereka akan menyerasikan serta
menyesuaikan tingkah pekerti masing-masing sewaktu melakukan interaksi sosial [1]. Sosialisasi adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkan-interlaliza) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbulah diri yang unik.[2]
Sosialisasi juga proses pembelajaran individu terhadap budaya yang berkembang di masyarakatnya agar dia dapat berperan sebagai anggota masyarakat. Yang dipelajari individu dalam sosialisasinya adalah nilai dan norma (unsur-unsur budaya) yang berkembang di masyarakatnya.[3]
Sosialisasi sangat menentukan  pengoperan pola tingkah laku secara sosial, seorang anak yang ditumbuhkan dalam keluarga yang banyak unsur kejahatan, kemiskinan kronis, pola asusila, dan kebiasaan mengemis maka anak tersebut akan bertingkah laku yang menyimpang/ sosiopatik, sebab pengaruh yang diberikan oleh proses sosialisasi tersebut mengarahkan dan memaksa sehingga tingkah laku individu menjadi conform/cocok dengan pola perilaku lokal. Kontak terus menerus dengan progresif dan proses tersebut berangsur-angsur secara tidak sadar akan membentuk kepribadian dan menjadi tingkah laku sehari-hari.[4]
Dalam buku Sosialisasi sistematis (Karl Manheim.1987) dijelaskan sosialisasi merupakan proses pengembangan diri sendiri mengikuti garis tertentu yang dapat disebut sebagai jalan sosial menuju pengembangan diri.[5]
a.        Arti Penting Sosialisasi
Proses sosialisasi betul-betul merupakan proses yang amat besar signifikasinya bagi kelangsungan keadaan tertib masyarakat. Artinya, bahwa hanya lewat proses sosialisasi itu sajalah norma-norma sosial yang menjadi determinan segala keadaan tertib sosial itu dapat diwariskan dan diteruskan dari generasi kegenerasi (dengan ataupun tanpa perubahan). Walaupun demikian sosialisasi amat besar juga signifikasinya bagi kehidupan bermasyarakat itu sendiri secara individual. Karena kesulitan-kesulitan yang cukup besar pasti akan menimpa setiap individu yang tidak berkesempatan mendapatkan sosialisasi yang memadai yang karenanya akan gagal dalam usaha-usahanya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial, khususnya dengan tingkah pekerti-tingah pekerti orang lain di dalam masyarakat.  Demikianlah bahwa sosialsisasi itu harus dijalankan oleh  bukan hanya kepentingan masyarakat saja tetapi akan dirasakan bagi kepentingan masyarakat secara individu. [6]
b.        Sosialisasi : Aktifitas Dua Pihak
Sosialisasi merupakan suatu proses yang diikuti secara aktif  oleh dua pihak, yang pertama orang yang mensosialisasikan dan yang kedua pihak yang disosialisasi. Aktifitas-aktifitas sosialisasi dikerjakan oleh person-person tertentu yang dalam hal ini bekerja mewakili masyarakat, ini dibagi dua yaitu:
Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasasan atas individu-individu yang disosialisasi. Misalnya: ayah, ibu, guru, atasan, pimpinan, dan sebagainya
-                 Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat dengan individu yang tengah disosialisasi. Misalnya saudara sebaya, kawan sepermaianan, kawan sekelas, dan lain-lain.
Adapun norma-norma sosial yang disosialisasikan oleh person-person yang berwibawa adalah norma-norma yang mengandung keharusan-keharusan untuk taat terhadap kekuasaan-kekuasaan yang superior, berwibawa, dan patut dihormati.  Sosialisasi seperti ini sedikit banyaknya dilakukan secara paksaaan dan didukung oleh suatu kekuasaaan yang bersifat otoriter.  Selain itu proses sosialisasi juga dilakuikan dengan cara lain tidak secara otoriter melainkan atas dasar asas kesamaan dan kooperasi antara yang mensosialisasikan dan yang disosialisasi. Proses ini disebut dengan sosialisasi ekualitas. Proses sosialisasi ini dilakukan oleh person-person yang memiliki kedudukan sederajat (kurang lebih sederajat dengan mereka yang disosialisasi).
Apapun sifatnya, otoriter maupun ekualitas proses sosialisasi sangat penting bagi usaha mematangkan sesorang bocah mentah. Norma-norma yang bersangkut paut dengan soal-soal disiplin dan rasa tanggung jawab akan diturunkan lewat proses-proses sosialisasi otoriter, sedangkan yang lainnya akan diturunkan lewat proses-proses sosialisasi yang bersifat ekualitas. [7]
c.         Proses Internalisasi
Intarnalisasi adalah proses yang dikerjakan oleh pihak yang tengah menerima proses sosialiasi. Proses disini bukanlah proses yang bersifat pasif melainkan merupakan rangkaian aktifitas  psikologik yang aktif juga  sifatnya.  Pertama dia aktif mencerna dan mengintrepretasikan pesan-pesasn yang disosialisasikan kepadanya dan pada langkah berikutnya dia aktif meresapkan dan mengorganisir hasil interpretasinya itu kedalam ingatan, perasaan, dan batinnya.
d.   Tahapan Sosialisasi Menurut George Herbert Mead :
1.      Tahap persiapan (preparatory stage)
2.      Tahap meniru bertindak (play stage)
3.      Tahap siap bertindak (game stage)
4.      Tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage)
e.  Tujuan Sosialisasi
1.   Membekali seseorang dengan seperangkat nilai dan norma agar sikap dan  perilakunya sesuai dengan harapan masyarakat.
2.   Memberikan latihan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan sesamanya dan lingkungannya.
3.   Mengembangkan kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dengan semua pihak dan melakukan mobilitas sosial
4.    Melatih seseorang agar mampu mengendalikan fungsi-fungsi organiknya dan kepentingannya agar sikap dan perilakunya tidak menyimpang dari tata nilai dan norma.[8]
f.  Jenis-Jenis Sosialisasi
  1. Sosialisasi Primer
Sosialisasi yang pertama dijalani individu, semasa kecil, dimana ia belajar menjadi anggota masyarakat atau sosialisasi yang berlangsung di lingkungan keluarga.
  1. Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi yang berlangsung di luar lingkungan keluarga atau sosialisasi yang berlangsung di masyarakat (sekolah, lingkungan bermain, lingkungan kerja).
g.                                 Media Sosialisasi
Media sosialisasi adalah tempat dimana sosialisasi itu terjadi atau disebut agen sosialisasi atau sarana sosialisasi. Yang dimaksud dengan agen sosialisasi adalah orang yang membantu seorang individu menerima nilai-nilai atau tempat dimana seseorang individu belajar terhadap segala sesuatu yang kemudian menjadikannya dewasa. Sosialisasi dapat terjadi melalui interaksi sosial secara langsung ataupun tidak langsung. [9]
Media-media sosialisasi yang utama
1.      Keluarga
Anak yang baru lahir mengalami poroses sosialisasi yang paling pertama adalah di dalam keluaraga. Disinilah pertama kalinya mengenal lingkungan sosial dan budaya, serta mengenal seluruh anggota keluarga, sampai pada akhirnya mengenal dirinya sendiri. Dalam    pembentukan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara pendidikan atau ajaran yang diberikan oleh orang tua, melalui kebiasaan, teguran, nasihat, perintah, atau larangan.
Keluarga merupakan institusi yang paling penting dalam pembentukan kepribadian manusia, dikarenakan keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka, kedua, memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anaknya sehingga terbentuk hubungan emosional yang sangat berpengaruh pada proses sosialisasi. Ketiga adanya hubungan sosial yang tetap.
Proses sosialisasi dalam keluarga dapat dilakukan secara formal ataupun tidak formal. Proses formal dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran sedangkan nonformal dilakukan lewat proses interaksi yang dialakukan secara tidak sengaja. Ada 3 pola hubungan antara orang tua dan anak yang menentukan proses sosialisasi serta perkembangan kepribadian:
-       Pola menerima dan menolak. Pola ini terjadi adanya hubungan yang mesra antara orang tua dan anak.
-       Pola memiliki dan melepaskan. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif terhadap anak
-       Pola demokrasi dan otokrasi. Pola demokrasi didasarkan pada taraf patisipasi anak dalam menentukan kegiatan kegiatan dalam keluarga, pola otokrasi orang rua bertindak diktator terhadap anak.[10]
Kebijaksanaan orangtua yang baik dalam proses sosialisasi anak, antara lain:
-          berusaha dekat dengan anak-anaknya.
-          mengawasi dan mengendalikan secara wajar agar anak tidak merasa tertekan.
-          mendorong agar anak mampu membedakan benar dan salah, baik dan buruk.
-          memberikan keteladanan yang baik.
-          menasihati anak-anak jika melakukan kesalahan-kesalahan dan tidak menjatuhkan hukuman di luar batas kejawaran.
-          menanamkan nilai-nilai religi baik dengan mempelajari agama maupun  menerapkan ibadah dalam keluarga. [11]
2.      Kelompok Bermain
Dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai, cultural, peran dan semua persyaratan lainnya yang dibutuhkan untuk memungkinkan partisipasinya yang efektif didalam kelompok permainannya. Kelompok bermain ikut menentukan dalam pembentukan sikap  untuk perilaku yang sesuai dengan perilaku kelompoknya.[12]
Kelompok bermain mempunyai pengaruh besar dan berperan kuat dalam pembentukan kepribadian anak. Dalam kelompok bermain anak akan belajar bersosialisasi dengan teman sebayanya. Puncak pengaruh teman bermain adalah masa remaja. Para remaja berusaha untuk melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku bagi kelompoknya itu berbeda dengan nilai yang berlaku pada keluarganya, sehingga timbul konflik antara anak dengan anggota keluarganya. Hal ini terjadi apabila para remaja lebih taat kepada nilai dan norma kelompoknya.
3.    Sekolah
Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dibanding dengan keluaraga, sekolah memiliki potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sikap dan perilaku seorang anak, serta mempersiapkannya untuk penguasaaan peranan-peranan baru dikemudian hari dikala anak itu tidak menggantungakn hidupnya pada orang tua atau keluarga. Robert Dreeben berpendapat bahwa yang dipelajari seorang anak di sekolah tidak hanya membaca, menulis, dan berhitung saja namun juga mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universal) dan kekhasan / spesifitas (specifity). [13]
4.         Lingkungan kerja
Didalam lingkungan kerja ini individu saling berinteraksi dan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan nilai norma yang ada didalamnya. Seseorang yang bekerja  dilingkungan birokrasi akan berbeda perilakuknya dengan orang yang bekerja diperusahan swasta. Seseorang yang bekerja dan bergaul dengan teman-temanya didunia perguruan tinggi akan berbeda dengan orang lain yang bekerja atau berprofesi didunia kemiliteran.[14]
Lingkungan kerja merupakan media sosialisasi yang cukup kuat, dan efektif mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.
1.           Lingkungan kerja dalam panti asuhan
Orang yang bekerja di lingkungan panti asuhan lama kelamaan terbentuk kepribadian dengan tipe memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, sabar dan penuh rasa toleransi.
2.           Lingkungan kerja dalam perbankan
Lingkungan ini dapat membuat seseorang menjadi sangat penuh perhitungan terutama terhadap hal-hal yang bersifat material dan uang.[15]
5.        Media massa
Media masa merupakan media sosialisasi yang kuat membentuk keyakinan-keyakinan baru atau mempertahankan keyakinan yang ada, dan lingkupnya lebih luas dibanding media sosialisasi yang lainnya. Melalui media masa dapat terjadi perubahan pola kosumsi, bahkan gaya hidup warga masyarakat.  [16]
Media massa seperti media cetak, (surat kabar, majalah, tabloid) maupun media elektronik (televisi, radio, film dan video) [17]. Besarnya pengaruh media massa sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.Contohnya:
  1. Adegan-adegan yang berbau pornografi telah mengikis moralitas dan meningkatkan pelanggaran susila di dalam masyarakat
  2. Penayangan berita-berita peperangan, film-film, dengan adegan kekerasan atau sadisme diyakini telah banyak memicu peningkatan perilaku agresif pada anak-anak yang menonton.
3.      Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya[18]
2.        PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Kepribadian pada diri manusia dan masyarakat tidak terbawa dari kelahiran sebagi bakat-bakat kodrati melainkan terbentuk dan dijadikan melalui proses-proses sosialisasi.  Proses sosialisasi tidak akan mengabaikan soal-soal kepribadian.
a.        Proses Pembentukan Kepribadian
  1. Aliran Konvergensi, kepribadian merupakan hasil perpaduan antara pembawaan (faktor internal) dengan pengalaman (faktor eksternal).
  2. Aliran nativisme, kepribadian ditentukan oleh faktor pembawaan.
  3. Aliran empirisme (tabularasa), kepribadian ditentukan oleh pengalaman dan lingkungannya
Menurut Jung, Kepribadian Menurut Fungsinya Ada 4 :
  1. Kepribadian rasional, yaitu kepribadian yang dipengaruhi oleh akal pikiran sehat.
  2. Kepribadian intuitif, yaitu kepribadian yang dipengaruhi oleh firasat atau perasaan kira-kira.
  3. Kepribadian emosional, kepribadian yang dipengaruhi oleh perasaan.
  4. Kepribadian sensitif, kepribadian yang dipengaruhi oleh panca indera sehingga cepat bereaksi
b.                                                      Pengertian kepribadian
Seseorang  tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dari yang lain, akan tetapi mempunyai kepribadian yang berbeda dari orang lain.
Definisi Kepribadian
  1. Allport, kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem psikofisis dalam diri individu yang menentukan keunikan penyesuaian diri terhadap lingkungan.
  2. Koentjaraningrat, kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu.[19]
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seseorang individu dengan sistem kecendrungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi ( Yinger, 1965). Interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan/ bersama dari dari kecendrungan perilaku seseorang [20]. Kepribadian adalah kecendrungan psikologik seseorang untuk melakukan tingakah pekerti sosial tertentu, baik tingkah pekerti tertutup ( perasaan, Berpikir, bersikap) maupun tingkah pekerti terbuka ( yang disebut perbuatan).  Dengan kata lain kepribadian itu ialah integrasi dari keseluruhan kecendrungan seseorang untuk berperasaan, berkehendak, berfikir, bersikap, dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu. 
Gejala ini tumbuh berangsur-angsur dalam masyarakat diakibatkan oleh proses sosialisasi dan internalisasi. 
c.                                                       Peranan Kelompok Dalam Pembentukan Kepribadian
Seseorang tidak akan bisa mengelakkan diri dari kekuasaan kelompok yang bergerak membentuk kepribadiannya itu.  Seorang anak manusia tidak akan bisa ditempatkan diluar kelompok karena pada kodratnya  dia tidak bisa hidup dan bertahan diluar kelompok, sejak semula dia selalu tergantung pada orang lain atau kelompok lain.  Kenyataan lain yang penting dicatat dan yang menjadi dasar pula mengapa kelompok mungkin menentukan pembentukan kepribadian sesorang. Bahwa manusia (khususnya sistem sarafiahnya) dan phsike manusia itu pada saat lahir adalah plastis dan fleksibel. Plaktisitas dan fleksibelitas itu yang menyebabkan kenapa kelompok mungkin membentuk, atau mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.

d.                                                      Dua Macam Proses Pembentukan Kepribadian
Dalam rangka studi kepribadian, proses sosialisasi yang ternyata relevan bagi pembentukan kepribadian, proses tersebut dapat dibedakan:
-       Proses sosialisasi yang dikerjakan (tanpa sengaja) lewat proses interaksi sosial
Proses ini terjadi ketika individu yang disosialisasi dan tersosialisasi mengerti apa yang ditingkah pekertikan orang-orang disekitarnya di dalam interaksi-interaksi antar mereka atau antar mereka dengan dirinya dan kemudian dengan menyaksikan tingkah pekerti-tingkah pekerti di dalam interaksi-interaksi tersebut, si individu menginternalisasikan pola-pola tingkah pekerti dan pola-pola interaksi itu berikut norma-norma yang mendasari kedalam mentalnya.
-       Proses sosialisasi yang dikerjakan (secara sengaja) lewat proses pendidikan dan pengajaran
Proses ini terjadi apabila seorang individu ( yang disosialisasi) mengikuti pengajaran-pengajaran dan pendidikan yang dilakukan dengan sengaja oleh pihak pendidik yang mewakili masyarakat, dengan tujuan disadari norma-norma serta nilai-nilai cultural lainnya bisa dipahami oleh individu yang disosialisasi tersenbut. Dan bisa tertanam dengan baik di dalam batinnya.
Dalam proses pembentukan kepribadian peranan serta luas pengaruh proses interaksi kelompok lebih  memberikan efek yang relatif lebih besar dalam proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian dibanding efek proses pendidikan. Karena efek pendidikan dan pengajaran baru akan ada apabial individu telah meningkat umurnya dan karena proses pengajaran dan pendidikan menggunakan simbol-simbol arbitrair yang mana simbol ini hanya diketahui dan dikuasi oleh orang yang telah meningkat umurnya.
e.                                                   Terbentuknya Kepribadian
Norma-norma, pola-pola tingkah pekerti, dan nilai-nilai cultural lainnya disosialisasikan secara langsung lewat proses pendidikan dan pengajaran dengan menggunakan simbol-simbol arbitrair ataupun tidak langsung  melalaui bentuk-bentuk interaksi kelompok kesemuanya diterima dan diperhatikan oleh individu yang tengah terbentuk kepribadiannya, dan kemudian diinternalisasikan kedalam mentalnya. Di dalam mental, segala norma dan pola yang diinternalisasikan tidak berada dalam keadaan bercerai berai melainkan lebih lanjut diorganisasi, dan menghasilkan apa yang disebut organisasi kepribadian. Apabila organisasi kepribadian telah terbentuk maka bisa dikatakan telah berkepribadian. [21]
f.         Faktor yang mempengaruhi  dalam perkembangan kepribadian:
1.        Warisan biologis dan kepribadian
Warisan / bawaan biologis menyediakan bahan mentah kepribadaian, dan bahan mentah ini dapat dibentuk dengan dan dalam berbagai cara. Setiap manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu seperti tangan , mata, telinga, dan lain-lain. Persamaan biologis menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian  dan perilaku semua orang. Dan warisan biologis ini bersifat unik, tidak seorang pun kecuali  anak kembar yang mempunyai karakteristik fisik yang sama.  Ada yang beranggapan bahwa pembentukan kepribadian bukan berasal dari keturunan tetapi dari pengalaman, perbedaan individual dalam kemampuannya, prestasi, dan perilaku hampir semuanya berhubungan dengan lingkungan, dan perbedaan individu dalam warisan biologis tidak begitu penting (whimby,1975) untuk beberapa ciri. 
2.        Lingkungan Fisik Dan Kepribadian
Benar, bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian, bangsa athabascans dapat bertahan hidup dalam iklim yang lebih  dingin dibanding daerah arctic (boyer, 1974). Orang pedalaman Australia harus berusaha mati-matian untuk hidup padahal bangsa Samoa hanya memerlukan sedikit  waktu setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak makanan. Suku Ik (baca “eek”) dari Uganda sedang mengalami kelaparan secara pelahan, karena hilangnya tanah tempat perburuan tradisional, mereka menjadi orang yang paling tamak, paling rakus didunia, tidak memiliki keramahan, tolong-menolong, tidak ,mempunyai rasa kasihan, malah merebut makanan dari mulut anak mereka dalam berjuang untuk hidup. Dari contoh diatas jelas bahwa lingkungan fisik mempengaruihi kepribadian dan perilaku, namun lingkungan fisik bukanlah faktor yang paling penting dari faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau pengalaman unik.
3.        Kebudayaan dan kepribadian
4.        Pengalaman kelompok dan kepribadian
5.        Pengalaman yang unik dan kepribadian
Pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada seorang pun yang akan menyamai pengalaman orang tertentu, demikian juga dengan serangkaian pengalaman hidup yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh siapapun.
Pengalaman  tidaklah sekedar bertambah tetapi menyatu. Artinya pengaruh suatru pengalaman tergantung pada  pengalaman-pengalaman yang mendahuluinya. [22]
g.        Teori-Teori Perkembangan Kepribadian
1.      Cerminan diri (cooley)
Ada tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri yaitu:
-                                Persepsi kita bagaimana kita memandang orang lain
-       Persepsi kita tentang penilaian mereka mengenai bagaimana kita memandang
-                                Perasaan kita terhadap penilaian-penilaian ini.
2.      Konsep Generalisasi  orang lain (mead)
Generalisasi orang lain ini terdiri dari harapan-harapan yang diyakini seseorang diharapkan oleh orang lain daripadanya. Kesadaran akan generalisasi orang lain berkembang melalui peroses pengambilan peran dan permaianan peran. Pengambilan peran adalah suatu usaha untuk memaminkan perilau yang diharapkan dari seorang yang benar-benar memegang peranan yang diambilnya. Permainan peran merupakan pemeranan perilaku suatu peran yang betul-betul dipegang oleh sesorang
3.      Diri anti sosial (freud)
Freud menilai diri dan masyarakat adalah dalam konflik yang mendasar yang tidak selaras.  Ia melihat diri itu sebagai produk dari cara-cara masyarakat memandang dalam menahan motif dan dorongan manusai yang mendasar.  Porsi rasional dari motif manusia hanya seperti yang terlihat akan tetapi motif yang kebih luas tersimpan dalam kekuatan-kekuatan yang tidak disadari  dan tidak tampak yang dengan kuat mempengaruihi perilaku manusia. ia membagi diri itu membagui tiga yaitu: id, ego, dan super ego.
4.      Delapan tahapan kehidupan (erikson)
Ia menjelaskan melalui  8 tahap yang disebut krisis identitas. Ini merupakan titik balik dalam perkembangan ketika seseorang harus masuk kedalam satu dari dua arah yang umum. Yang pertama masa bayi, ketika bayi belajar rasa percaya atau tidak percaya, kedua masa kanak-kanak, awal otonomi versus rasa bimbang dan malu, ketiga, mulai mengembangkan pengertian moralnya, tahapan keempat, akan  meluas mempelajarai keterampilan teknis, rasa percaya diri. Dalam tahapan kelima remaja mulai mengembangkan rasa identitas pribadi melalui interaksi dengan orang lain. Dalam tahapan keenam, kasih sayang yang awet dengan lawan jenis dalam usia setengah baya, tahapan ketujuh seseorang mengembang sesuatu pada keluarga dan masyarakat, dan  tahapan terakhir seseorang menghadapi masa akhir hidup baik secara terhormat atau putus asa. Untuk setiap tahap kebijakan mendasar yang menyertainya yang berkembang dengan berlalunya krisis itu dengan berhasil.
5.      Perkembangan belajar(piaget)
Belajar dari suatu tahap adalah perlu unutk melangkah ketahap berikutnya. Sama seperti anak-anak harus belajar berjalan dulu baru berlari.[23]
h.                                                  Organisasi Kepribadian
Kepribadian seseorang akan berkembang apabila ada pengayaan organisasi kepribadian lewat proses-proses sosialisasi dan internalisasi norma-norma. 
i.                                                    Aneka Ragam Kepribadian Kelompok Sosial
Karena pengalaman sosialisasi baik itu yang terjadi lewat pengalaman-pengalaman interaksi interaksi sosial maupun terjadi lewat pengajaran-pengajaran formal yang dialami masing-masing warga kelompok itu tidak mungkin menyeluruh sama. Maka kepribadian yang tumbuh pada masing-masing warga kelompok itu pun tidak akan mungkin sepenuhnya sama. Keragaman kepribadian antara warga kelompok ini lebih-lebih akan tampak nyata di dalam masyarakat modern yang bersifat heterogen. Kultur masyarakat modern lebih banyak mengandung  norma-norma alternativ dan norma-norma khusus daripada mengandung norma-norma universal yang oleh karenanya mengakibatkan keragaman pada warga masyarakat. Pada masyarakat primitiv juga terjadi ragam kepribadian yang berbeda-beda karena isi materi sosialisasi dan ajaran sosialisasi yang berbeda-beda karena jumlah alternativ dan spesialisasi sukup banyak.
j.                                                    Keragaman Kepribadian Bangsa
Studi-studi antropologi menunjukkan dengan jelas bagaimana besar perbedaan dan keragaman kultur antar suku dan antar bangsa. Perbedaan dan keraguan itu bahkan mengenai norma-norma universalnya, dan juga pada tema (konfigurasi) kulturalnya sekali. Melalui isi ajaran yang disosialisasikan yang ternyata berbeda-berbeda itu kepribadian-kepribadian yang terbentuk pada berbagai bangsa itupun akan menjadi berbeda-beda dan beragam pula.
k.                                                  Perubahan Kultur Dan Perubahan Kepribadian
Kepribadian itu sebenarnya adalah produk kultur dan dapat disimpulkan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kultur akan menimbulkan perubahan-perubahan kepribadian pula. Ada juga yang menyatakan kalau ingin merubah kepribadian suatu kelompok masyarakat (suatu bangsa) maka kita harus dulu merubah kultur, yakni norma-norma masyarakat yang akan disosialisasikan. Dan sebaliknya untuk mempertahankan kepribadian kita harus mencegah terjadinya perubahan kultur. [24]

KEPUSTAKAAN
Bagong Suryanto,Dwi Narmoko.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan. Jakarata.Kencana
Chester L.Hunt, Paul B. Horton.1984.Sosiologi.Jakarta.Erlangga
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/
http://ikhsanu.blogspot.com/2009/10/sosialisasi-sebagai-proses-pembentukan.html
http://www.e-dukasi.net/karyaanda/viewkarya.php?kid=18
Kartono, Kartini.2005.Patologi Sosial. Jakarta.PT.Raja Grafindo Persada
Manheim, Karl.1987.Sosiologi Sistematis.Jakarta.PT.Bina Aksara









[1]           J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.74
[2]          Paul B. Horton, Chester L.Hunt. 1984.Sosiologi.(Jakarta :Erlangga).Hal.100
[3]           http://www.e-dukasi.net/karyaanda/viewkarya.php?kid=18
[4]               Dr.Kartini Kartono.2005.Patologi Sosial. (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada).Hal.34
[5]           Karl Manheim.1987.Sosiologi Sistematis.(Jakarta:PT.Bina Aksara).Hal.86
[6]           J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.76
[7]           J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.79
[8]           http://www.e-dukasi.net/karyaanda/viewkarya.php?kid=18

[9]          http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/

[10]          J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.93
[11]          http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/
[12]         J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.94

[13]          http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/
[14]          J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.95
[15]          http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/
[16]          J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.96
[17]          http://ikhsanu.blogspot.com/2009/10/sosialisasi-sebagai-proses-pembentukan.html
[18]          http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943459-media-sosialisasi/
[19]          http://www.e-dukasi.net/karyaanda/viewkarya.php?kid=18
[20]          Paul B. Horton, Chester L.Hunt. 1984.Sosiologi.Erlangga. Jakarta .hal.90
[21]         J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.88
[22]           Paul B. Horton, Chester L.Hunt. 1984.Sosiologi.Erlangga. Jakarta .hal.104
[23]          Paul B. Horton, Chester L.Hunt. 1984.Sosiologi.Erlangga. Jakarta .hal. 113
[24]          J.Dwi Narmoko-Bagong Suryanto.2007.Sosiologi Teks Pengantar dan terapan (Jakarata:Kencana).Hal.91

2 komentar:

  1. terima kasih sudah meletakkan link blog ikhsanudin

    BalasHapus
  2. alhamdulillah terimakasih kembali
    sebagai sebuah penghargaan dalam membuat karya tulis yang juga bersumber dari orang lain itu harus dilakukan.....thanks

    BalasHapus