Sejarah fotografi tidak akan
lepas dari penemuan kamera dan film. Dengan penemuan film, kita dapat
mereproduksi gambar, dan proses pencahayaan film tersebut terjadi di dalam
kamera. Menurut sejarah, prinsip kerja kamera telah ditemukan sejak zaman
Aristoteles, bahkan mungkin sebelumnya. Aristoteles mengadakan percobaannya
dengan merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, digelar di atas tanah dan
diberi antara untuk menangkap bayangan matahari. Sehingga cahaya dapat menembus
dan memantul di atas tanah dan gerhana matahari dapat diamati. Kemudian
penemuan kamera obscura ditemukan oleh Leonardo da Vinci, sorang pelukis dan
ilmuwan. Kamera obscura berupa sebuah kamar gelap yang diberi lubang kecil
di
salah satu sisinya, sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan membuat bayangan
dari benda-benda yang ada di depannya.
Pada mulanya kamera ini tidak
begitu diminati, karena cahaya yang masuk amat sedikit, sehingga bayangan yang
terbentuk pun samar-samar. Penggunaannya terutama masih untuk menggambar
benda-benda yang ada di depan kamera. Penggunaan kamera ini baru populer
setelah ditemukannya lensa pada tahun 1550. Dengan lensa pada kamera ini, maka
cahaya yang masuk ke kamera dapat diperbanyak, dan gambar dapat dipusatkan,
sehingga menggambar menjadi lebih sempurna.
Tahun 1575, kamera portable yang
pertama baru dibuat, dan penemuan kamera ini untuk menggambar makin praktis.
Baru tahun 1680 lahir kamera refleks pertama, namun penggunaannya masih untuk
menggambar, karena bahan baku untuk mengabadikan benda-benda yang berada di
depan lensa selain dengan menggambar masih belum ditemukan. Jadi, pada zaman
tersebut, kamera masih dipakai untuk mempermudah dalam menggambar. Dimana hasil
dari kamera tersebut masih belum dapat direproduksi, karena belum ditemukannya
film negatif. Sejarah penemuan film dimulai ketika orang berusaha untuk dapat
mengabadikan benda yang berada di depan kamera, sudah mulai berkembang sejak
abad ke-19, dengan adanya penemuan penting oleh Joseph Niepce, seorang veteran
Perancis. Ia bereksperimen dengan menggunakan Aspal Bitumen Judea. Dengan
pencahayaan 8 jam, ia berhasil mengabadikan benda yang berada di depan lensa
kameranya menjadi sebuah gambar pada plat yang telah dilapisi bahan kimia
tersebut. Namun melalui percobaaan ini masih belum dapat membuat duplikat
gambar Percobaan demi percobaan telah dilakukan untuk menemukan bahan pembuat
duplikat gambar, tetapi tetap gagal. Sampai akhirnya Sir Henry Talbott
menemukan Callotype dari bahan kertas yang gambar-gambarnya berupa gambar negatif
dan dapat direproduksi. Tapi penemuan ini kurang diminati, karena hasilnya
kurang tajam. Kemudian lahirlah Collodion, bahan baku fotografi yang
diperkenalkan oleh Frederick Scott Archer, dengan menggunakan kaca sebagai
bahan dasarnya. Proses ini adalah proses basah. Bahan kimia tersebut dilapiskan
ke kaca, kemudian langsung dipasang pada kamera obscura, dan gambar yang
dihasilkan lebih baik. Cara ini banyak dipakai untuk memotret di seluruh Eropa
dan Amerika, sampai ditemukannya bahan gelatin dan ditemukannya bahan kimia
yang dapat digunakan untuk proses kering
Tahun 1895, George Eastman
membuat film gulung (roll film) dengan bahan gelatin, yang dipakai untuk
memotret (mengabadikan citra alam) sampai sekarang. Penemuan-penemuan tersebut
di atas telah mempermudah kita dalam mengabadikan benda-benda yang berada di
depan lensa dan mereproduksinya, sehingga para fotografer, baik amatir maupun
profesional dapat menghasilkan suatu karya seni tinggi, tanpa perlu terhalang
oleh keterbatasan teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar